Jakarta, (sumatradaily.id) - Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice), yaitu:
Tersangka Ajuan Uma Sugi, S.Pdi dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) dan (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan/atau Pasal 359 KUHP dan/atau Pasal 360 Ayat (1) KUHP tentang Kelalaian.
Tersangka Ujang Wahidin alias Ujang bin Dartum (alm) dari Kejaksaan Negeri Majalengka yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3, ke-4, dan ke-5 KUHP jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Tersangka Fajar Hidayat alias Ajay bin Koko Parko dari Kejaksaan Negeri Majalengka yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3, ke-4, dan ke-5 KUHP jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Tersangka Dian Kardiansyah bin Dodo dari Kejaksaan Negeri Sumedang yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3, ke-4, dan ke-5 KUHP jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Tersangka Anton Suargi alias Anton bin Wawan Gunawan dari Kejaksaan Negeri Cimahi yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Gregorius Taimenas alias Goris alias Baron dari Kejaksaan Negeri Timur Tengah Utara yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian.
Tersangka MUSTAKIM dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka RUDY ARYANTO dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo yang disangka melanggar Primair Pasal 363 Ayat (1) ke-3 jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, Subsidair Pasal 362 jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (SD_01/r)